Minggu , 15 Juli 2018
“Pergilah, bernubuatlah terhadap umat-Ku.”

Hari Minggu Biasa XV
Am. 7:12-15; Mzm. 85:9ab,10,11-12,13-14; Ef. 1:3-14 (Ef. 1:3-10); Mrk. 6:7-13.


Renungan
Belakangan ini semakin banyak orang yang memanfaatkan agama untuk kepentingan suatu golongan demi memperoleh kekuasaan. Hal ini tentu membuat kita khawatir dan kerapkali memberikan gambaran yang menyeramkan terkait agama tersebut dan membuat kita waspada. Padahal, mereka yang menggunakan agama demi kepentingan di luar agama itulah yang seharusnya kita waspadai sehingga kerapkali kita harus melihat secara dalam terkait peristiwa-peristiwa mengenai agama yang terjadi di negara kita belakangan ini. Ternyata, penggunaan agama untuk kepentingan tertentu juga sudah terjadi sejak masa Nabi Amos mewartakan Sabda Allah bagi Bangsa Israel. Nabi Amos justru harus berhadapan
dengan imam-imam di Bethel, secara khusus Amazia.

Pertikaian antara keduanya menampilkan persoalan mendasar yang terjadi pada zamanya, yaitu Amazia mewakili para imam yang menggunakan agama sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik. Sedangkan, Amos sebagai utusan Tuhan untuk memulihkan situasi itu. Bangsa Israel pada saat itu berada dalam masa kejayaan yang dipimpin oleh Raja Yerobeam II. Situasi kejayaan itu tidak membawa kesejahteraan bagi semua orang maka Amos dipilih Tuhan tampil di hadapan publik sebagai pengeritik terhadap sistem politik yang hanya memperhatikan lapisan masyarakat atas, para pemimpin rakyat dan para imam. Dia mengecam sistem pemerintah yang dibuat oleh pemimpin Negara dan para imam.

Mereka menciptakan kejayaan semu untuk kepentingan pemerintah semata, sehingga keadilan sosial hanyalah sebuah impian bagi masyarakat biasa, karena kekayaan itu hanya dinikmati oleh kalangan atas (pemerintahan dan para imam). Dengan demikian, Amos, atas kuasa Yahwe, menyampaikan pesan- pesan profetis di tempat perziarahan Betel dengan penuh percaya diri. Amazia sebagai kepala imam yang dipilih oleh Negara, merasa terganggu atas pemberitahuan Amos yang dengan berani mengancam para imam dan pemerintahan Yeobeam. Amazia mungkin melihat tanda-tanda tidak baik dari pemberitaan Amos, khususnya dapat mengganggu stabilitas pemerinthan Yeobeam II maka Amazia dengan cepat bereaksi dan melaporkan tindakan Amos kepada sang raja.

Amazia ingin mengusir Amos pergi dari daerah tersebut (Am 7:12). Namun, Amos menyatakan siapakah dirinya dengan menjawab, “Aku ini bukan nabi dan Aku ini bukan termasuk golongan nabi, melainkan Aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara Hutan” (Am 7:14). Jawaban Amos ini mau menegaskan bahwa dia bukanlah seperti nabi- nabi yang ada pada saat itu, nabi-nabi pembuat keajaiban yang hidup dari pemberian atau mendapat uang dari nasihat-nasihat yang mereka berikan kepada orang lain.

Dia punya pekerjaan sendiri yaitu sebagai perternak dan sebagai petani yang berkerja di ladang. Amos hanyalah nabi yang mengikuti perintah Tuhan yakni “Pergi, bernubuatlah terhadap Umat-Ku.” (Am 7:15). Amos bukanlah orang yang mencari popularitas diri atau berambisi mengumpulkan uang dari pewartaannya. Dia hanyalah seorang pribadi sederhana mengikuti kehendak Yahwe untuk menyampaikan pesan-Nya kepada umat Isreal. Dari sinilah kita belajar dari Amos, yang lebih mengutamakan kehendak Allah daripada keinginan pribadinya sekalipun harus berhadapan dengan berbagai lawan.
Tuhan memberkati,
Rm. B. Dimas Indragraha, Pr