Apa yang disajikan dalam Injil hari ini merupakan menggambarkan apa yang biasa terjadi di jemaat Lukas. Jemaat Lukas merupakan komunitas heterogen, dari bangsa-bangsa non Yahudi, dari latar belakang ekonomi yang juga beragam. Maka isu tentang kekayaan akan sering kita jumpai dalam Injil Lukas, termasuk juga dalam Perikop 12:13-21.

 

Dalam pengajaranNya kepada para murid, Yesus disela oleh seseorang yang ingin dibantu mendapatkan bagian dari warisan keluarganya. Interupsi ini, bisa dikatakan tidak sopan tetapi juga menunjukkan tidak adanya kepekaan terhadap hal yang baru saja dikatakan Yesus mengenai hal‐hal penting yang hakiki. Di perikop sebelumnya (Luk 12:1-12) Yesus mengajarkan agar para Murid memiliki sikap ketergantungan hanya kepada Allah. Jangan khawatir dan jangan takut akan apapun sebab Allah memelihara dan menjaga.

 

Dalam tradisi Yahudi, Para rabi sering kali diminta untuk menengahi dalam masalah keluarga. Yesus tentu saja mempunyai wibawa untuk melakukan itu (apalagi sebagai Anak Manusia). Tetapi, Ia melihat di balik permintaan itu adanya sikap kikir, yang baru saja Ia peringatkan kepada orang Farisi (11:39‐42). Ia mempergunakan kesempatan itu untuk menceritakan suatu perumpamaan mengenai jerat kekayaan. Sangat jelas perintah Yesus, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu”.

 

Dalam perumpamaan ini, Orang kaya tersebut dapat membuat iri banyak orang. Hartanya sangat berlimpah sampai tidak mempunyai ruangan untuk menyimpan harta bendanya. Tetapi, ia bodoh karena di tengah kekayaannya ia kehilangan kepekaan mengenai apa yang sebenarnya penting. Ia mengira bahwa dengan kekayaan itu ia dapat mengendalikan hidupnya. Harta milik memunculkan ilusi semacam ini. Harta menjadi tidak berarti apapun ketika jiwa orang itu diambil. Orang kaya itu sebenarnya miskin di hadapan Allah. Ia malahan tidak berpikir mengenai kemungkinan membagikan kepada orang lain, apa yang ia miliki. Implikasi dari cerita ini akan diangkat lebih lanjut dalam cerita orang kaya lainnya (Luk 16:19‐31).

 

Dari sini kita bisa mendapat pemahaman lain mengenai siapa itu “orang yang kaya”. Orang yang kaya di hadapan Allah bukanlah orang yang menimbun banyak, melainkan yang membagikan apa yang dimiliki, juga dari kekurangannya.

 

 

Salam,

Rm. Reynaldo Antoni Haryanto, Pr