PESTA SALIB SUCI

 

Menurut tradisi, pada tahun 335 Kaisar Konstantinus Agung selesai mendirikan Gereja Makam Suci di atas Bukit Golgota, tepat di mana Yesus disalibkan. Gereja ini diberkati tanggal 14 September 335 dan saat itu sebuah salib besar didirikan di situ. Salib itu diyakini sebagai salib asli yang dulu dipakai untuk menyalibkan Yesus. Sepuluh tahun sebelumnya (sekitar tahun 325), salib itu ditemukan oleh Ratu Helena, ibu suri Kaisar Konstantinus Agung. Konflik yang tak berkesudahan di Tanah Suci membuat gereja itu beberapa kali dirusak dan dibangun kembali. Salib Yesus pun akhirnya raib entah ke mana.

Pada tahun 384, Uskup Sirilus dari Yerusalem melaporkan bahwa umat Kristen di situ sudah lazim menghormati relikwi kayu salib Yesus. Hari pemberkatan Gereja Makam Suci, 14 September itu ditetapkan sebagai Pesta Salib Suci.

Mengapa kita merayakannya? Pada salib itulah, Kristus menderita sengsara dan kematianNya bagi kita; dan pada salib jugalah Ia mengalahkan dosa dan menghancurkan kematian. Salib bagi kita bukanlah tanda penghinaan, melainkan tanda kemenangan. Salib menjadi pohon keselamatan, kehidupan dan kebangktan. Setiap kali kita menandai diri dengan salib seraya berharap akan mengambil bagian dalam kemuliaan Kristus. Bersediakah kita mengikuti Kristus sambil memikul salib penderitaan dan penghinaan?

Dalam Kitab Bilangan (Bil.21:4-9) dikisahkan perjalanan umat Israel menuju ke Tanah Terjanji. Mereka bersungut-sungut dan marah melawan Tuhan dan Musa. Mereka tidak mendapatkan makanan selama dalam perjalanan. Tuhan kemudian menyuruh ular-ular tedung itu memagut mereka sehingga mati (ay.6). Namun dalam ay.8 dan 9 Tuhan meminta Musa untuk membuat patung tiang ular supaya setiap orang yang memandangnya tetap hidup. Patung ular tidak menarik seperti dosa dan kematian, sebab melambangkan kehinaan dan kehancuran total. Tetapi dalam salib Kristus, kehancuran pada Tubuh Sang Putra, telah menjadi kebangkitan dan kehidupan baru.

Kedurhakaan yang telah dilakukan bangsa Israel yang keras kepala itu telah diubah. Nampaknya mereka harus tetap memandang agar tetap hidup. Maka lambang ular itu hanya sementara dan menjadi lambang saja. Salib Kristus menjadi tanda kemenangan, tanda kebenaran bahwa yang mati dapat hidup bila memandang dan mengharapkan kekuatan salib Kristus. Lambang kematian telah diubah  menjadi lambang kehidupan.

Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi (2:6-11) meneguhkan jemaatnya yang telah dia layani. Dia mengungapkan bahwa Yesus Kristus walaupun Ia adalah rupa Allah, tetapi Ia tidak menganggap kesetaraanNya dengan Allah. Ia telah mengosongkan Diri bahkan rela taat disalib sampai mati. Tetapi Allah telah meninggikan Dia agar manusia hidup oleh Allah.

Gereja mengajak seluruh umat untuk memandang salib dan mengharapkan kekuatan salib agar menjadi kekuatan baru.

Selamat pesta Salib Suci.

Rm. A. Yus Noron, Pr