IMAN ADALAH SEBUAH KEPUTUSAN

 

Pernahkah kita mengalami kekurangan? Kurang secara materiil atau kurang secara spirituil? Apa yang biasa spontan kita lakukan saat kekurangan? Tentu kita akan berusaha menambah apa yang kurang sehingga menjadi cukup. Tetapi bagaimana kita menempatkan batas kecukupannya?

Pertanyaan-pertanyaan di atas rupanya hinggap dalam diri para murid yang mengikuti perjalanan Yesus ke Yerusalem. Para murid meminta supaya Tuhan Yesus menambah iman mereka. Seolah-olah kadar kecukupan iman melulu datangnya dari Tuhan. Bukan sebuah pilihan keputusan bebas manusia sebagai tanggapan akan rahmat Tuhan. Dari mana datangnya permintaan murid-murid ini? Kalau kita lihat perikop sebelumnya, rupanya para murid terkejut akan nasihat Yesus. Yesus meminta kepada murid agar senantiasa memelihara pengampunan di antara mereka. Pengampunan tak terbatas, diberikan bagi saudara yang “berbuat dosa tujuh kali sehari dan tujuh kali kembali memohon ampun.” (Luk 17:3-4). Nasihat ini membuat para murid yang selama ini terbiasa dengan ajaran “mata ganti mata, gigi ganti gigi” – gusar. Para murid melihat diri mereka tidak mampu untuk melaksanakan hal itu sehingga meminta “tambahan iman” kepada Tuhan. Padahal, seberapa besar pun rahmat yang dikaruniakan Yesus, tidak akan berbuah banyak jika para murid tidak mau menyerah, merendahkan dirinya, dan melaksanakannya selayaknya seorang hamba kepada tuannya.

Oleh karena itu, kita bisa memahami ketika Yesus melanjutkan nasihatnya dengan perumpamaan Tuan dan Hamba. Kisah ini membantu kita untuk memahami bahwa menambahnya kadar iman kita bisa jadi tergantung dari kita menyadari diri sebagai seorang hamba. “Kami adalah hamba-hamba yang tak berguna, kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan” (Luk 17:10b). Dengan demikian, kesaksian atas iman yang kita miliki sungguh berasal dari kelimpahan iman. Berbanding terbalik dengan ini, seringkali kita menemui hamba yang pamrih. Melakukan pekerjaan tuannya karena untuk mendapatkan sesuatu yang lebih. Atau ketika dia melakukan yang lebih dari yang lain, dia merasa layak diperlakukan istimewa dibanding hamba yang lain.

Saudara-saudari terkasih, mari kita mohon rahmat Tuhan agar semakin hari kita mampu bersikap seperti hamba yang dikehendaki Yesus. Agar kita boleh melaksanakan segala perintah-Nya bukan karena kita mengharapkan sesuatu. Namun, agar kita dapat membuka hati dan melaksanakannya karena benar, dan sepatutnya dilakukan. Tuhan memberkati.

 

Rm. Reynaldo Antoni, Pr.