DOA MEMBUAHKAN KERENDAHAN HATI

 

Saudara-saudari terkasih, dalam Ekaristi minggu lalu kita diajak untuk berdoa tidak jemu-jemu. Kita memohon kepada Allah supaya kita memiliki keberanian rasuli untuk tekun mewartakan kebaikan. Doa menjadi sumber keberanian dikala kita jatuh dalam kelemahan dan kebimbangan. Melanjutkan inspirasi itu, Injil minggu ini mengajak kita melihat bagaimana doa yang dibenarkan adalah doa yang membuahkan kerendahan hati di hadapan Allah.

Kita diperlihatkan dua tokoh yang masing-masing mengungkapkan doanya kepada Allah: seorang Farisi dan yang lain pemungut cukai. Tidak ada keraguan bahwa Orang Farisi itu melakukan segala sesuatu yang ia katakan. Ia bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezina dan bukan seorang pemungut cukai. Ia berpuasa dua kali seminggu, dan memberikan sepersepuluh dari penghasilannya. Sebuah pertunjukkan praktek kesalehan yang sangat luar biasa. Tidak ada yang salah dari orang Farisi ini. Sebaliknya, kontras dengan itu, terdapat juga seorang pemungut cukai yang bahkan untuk memandang Allah dia tidak layak. Dia datang dan hanya memohon belas kasih kepada Allah. Bahkan untuk mengungkapkan perbuatan saleh atau salah yang dilakukan pun tidak mampu. Nyatanya, sebagai seorang pemungut cukai, akan sangat mengherankan bila ia melakukan sesuatu yang baik bagi orang lain. Dalam pekerjaannya, para pemungut cukai tidak hanya merupakan pengkhianat bagi orang-orang sebangsanya tetapi juga pemeras. Ditambah lagi kontak mereka dengan orang-orang pagan Roma membuat mereka tidak tahir secara ritual, sehingga membuat mereka dikucilkan dari agama Yahudi. Apa pun yang mereka perbuat, mereka tidak akan pernah dianggap jujur, saleh dan suci.

Berbeda dengan orang Farisi, pemungut pajak ini mengetahui kedosaannya. Ia tahu apa yang salah terhadap dirinya. Dia memohon kemurahan hati dan menunjukkan apa yang diharapkannya itu kepada Allah. Sementara itu, orang Farisi membenarkan dirinya sendiri. Ia hidup benar di mata dirinya sendiri dan dimata dunia dan oleh karena itu selayaknya dibenarkan di mata Allah. Pemahaman ini dipatahkan oleh Yesus dengan menegaskan bahwa justru pemungut cukai itu yang dibenarkan Allah bukannya orang Farisi. Allah menginginkan belaskasih dan pertobatan, bukan kurban persembahan.

Saudara-saudari terkasih, mari kita mohon rahmat kepada Allah agar kita memiliki sikap kerendahan hati di hadapan Allah serta selalu memohon belaskasih dan pengampunan-Nya. Tuhan memberkati.

 

Rm. Reynaldo Antoni H, Pr